Menguras Bak Mandi
Menguras bak mandi bukan soal asing bagi saya bahkan hingga di hari ini. Alasan utamanya bukan karena saya menyukai pekerjaan ini, melainkan karena tidak ada pembantu di rumah kami.
Tetapi ketika saya mulai asyik dengan pekerjaan sendiri, banyak sekali pekerjaan rumah tangga diambil alih istri. Begitu banyak rupanya item pekerjaan itu yang celakanya tak semuanya mudah diidentifikasi. Jenisnya tak pernah jelas tetapi kelelahannya demikian tegas.
Itulah kenapa istri bisa amat terpukul jika pekerjaannya tidak diapresiasi. Tidak dianggap mengerjakan apa-apa cuma karena hasilnya tidak kelihatan dan suasana rumah tampak miskin perubahan.
Tak banyak berubah. Padahal baru saya sadari, apa yang dikerjakan istri itu memang soal-soal yang begitu banyak daftarnya tetapi hampir seluruhnya adalah jenis pekerjaan sunyi. Itulah jenis pekerjaan yang memang tidak berujung karena selalu sambung menyambung.
Saya sendiri tak sekali mengerjakan tugas seperti ini. Hasilnya saya bisa kerenggosan kelelahan dan berhenti di tengah jalan karena jumlah pekerjaan baru itu bisa bermunculan sebanyak pohon di hutan. Rampung ini muncul itu. Semula saya hanya ingin merapikan tumpukan buku. Tetapi belum rampung buku itu rapi, ternyata di sana juga ada mainan anak, ada kertas makalah, ada ini, ada itu, ada anu, yang semuanya butuh dikembalikan, dirapikan dan ditata ulang.
Setelah satu sudut rapi, sudut yang lain jadi terlihat brengsek. Tiba-tiba saya melihat terlalu banyak pakaian kotor, pakaian setengah kotor yang keduanya harus disendirikan tetapi tak cukup ruang.
Persoalan yang satu menimbulkan persoalan berikutnya karena baru terasa betapa banyak tindakan indispliner di sana-sini. Ada yang gemar menaruh ganti sembarangan, ada kaos kaki yang kemarin begitu sulit dicari ternyata cuma menggeletak di sini. Ada handuk yang digantung begitu saja padahal bukan di situ tempat semestinya.
Rampung menata yang satu mata ini sudah melotot lagi pada aneka VCD yang banyak beserak dan sudah sekian lama tak dikelompokkan menurut aturan. Begitu banyak pelanggaran terjadi yang membuat saya marah tidak cuma kepada anak-anak, tetapi juga kepada diri sendiri. Karena di antara pelanggar itu ternyata juga saya sendiri.
Pokoknya, ke manapun mata memandang, saya cuma melihat begitu banyak kekacauaan di sekujur ruang. Inilah derita yang muncul di setiap saya mengerjakan pekerjaan rumah dan itulah derita yang selama ini pasti diderita istri, termasuk ketika harus menguras bak mandi.
Demikian lama saya hanya mandi tanpa pernah lagi menguras bak mandi, berarti demikian lama sudah istri menderita kesengsaraan ini. Karenanya, tak sekali saya melihat ia begitu lelah, walau lewat pengakuannya sendiri, ia lelah untuk sebuah pekerjaan bernama entah. Pekerjaan yang ia sebut sebagai melelahkan tetapi tidak kelihatan.
Maka ketika suatu kali ia tampak pucat kelelahan padahal saya tahu ia masih harus menguras bak mandi, entah ilham kebaikan apa yang masuk di kepala, saya memutuskan mendahului. Saya bersihkan kamar mandi itu habis-habisan, saya kucurkan airnya yang bersih hingga berlimpahan.
Saya bayangkan, ini bukan sekedar kegiatan menguras bak, ini adalah persiapan membuat persembahan perkawinan. Akan saya buktikan bahwa hadiah perkawinan adalah sesuatu yang amat murah dan jika mau setiap hari bisa saya berikan.
disadur dari: http://www.priegs.com
Print halaman ini
mantap